Titik


Aku mempunyai seorang pacar yang cantik jelita. Mungkin semua lelaki iri terhadapku. Aku yakin akan hal itu. Karena tak hanya kecantikannya yang luar biasa. Ia mempunyai kharisma sebagai seorang wanita yang tidak wanita sembarangan punya.  Selain itu, ada semacam rasa keingintahuan yang sangat besar ketika kami, para lelaki berada di sekitarnya. Karena rasa ingin tahu itulah aku mencintainya. Mungkin dalam hal ini, keingintahuan itu bukan dalam bentuk yang jorok atau apapun. Hanya keingintahuan tentang pengetahuannya yang luas. Hanya itu.
                Aku menjadi pacarnya sudah cukup lama. Mungkin cukup untuk seorang bayi dapat berbicara. Tepatnya dua tahun lalu ia menerimaku sebagai kekasihnya. Walaupun kesannya tidak resmi ketika ia menerimaku. Tapi aku anggap pernyataannya saat itu sebagai tanda terimaku sebagai kekasihnya. Tak tertulis, tak juga terucap. Seakan melalui telepati, hanya saling pandang antara kami berdua. Bagi kami, itu sudah cukup untuk dua tahun ke depan kami bersama.
                Berpacaran cukup lama dengannya tidak hanya memuaskan rasa ingin tahuku. Namun juga keinginan untuk menimba ilmu lebih jauh. Motivasinya yang begitu kuat mampu mendorongku lebih jauh lagi. Dengan hobiku yang sekarang sebagai seorang pemain futsal, ia mendukungku sepenuh hati. Hampir tak kurang lagi hidupku yang seperti ini.
                Mungkin itulah alasan kuat kenapa aku mengatakan bahwa aku cukup beruntung dibandingkan lelaki lainnya. Dan karena itulah kenapa aku yakin, bahwa hampir semua lelaki yang mengenalnya akan iri terhadapku. Terhadap orang yang mampu menaklukan hati wanita seperti dia. Sehingga aku patut berbangga mempunyai dirinya di sisiku saat ini.

                Pada awal hubungan, tentunya aku takkan pernah berpikir bahwa aku akan bosan terhadapnya. Seorang yang penuh kharisma sebagai wanita, pastinya takkan membosankan bila sedang berbicara dengannya. Karena pengetahuannya yang luas, ia selalu memberikanku sesuatu yang baru. Seakan tak pernah habis rasa ingin tahu itu, kami terus menjalani hubungan yang seperti ini selama dua tahun.
                Sesungguhnya, titik jenuh itu ada. Bahkan bagi yang haus pengetahuan seperti aku. Aku merasa bahwa aku akan selalu beruntung bila bersamanya. Namun hatiku bilang, aku sudah cukup banyak tahu tentang dirinya. Hingga semua yang ia ucapkan terasa hambar. Seakan rasa haus itu sudah hilang. Namun otakku memaksa untuk menggali lebih dalam lagi. Siapa tahu masih ada pengetahuan yang masih belum terungkap darinya.
                Namun yang ada, semakin lama aku bersama dirinya, semakin aku menemukan jawaban itu. Jawaban yang aku cari dari pertama kali aku bersama dirinya. Dan jawaban itu adalah tidak ada.
               Semakin aku mengetahui segalanya, semakin aku ingin mencari tahu tentang ketidaktahuanku. Dan pada titik dimana pengetahuanku mencapai puncaknya, pada titik itu pulalah aku kehilangan semua pertanyaanku. Pertanyaan yang selama ini aku simpan tentang dirinya. Pertanyaan tentang kehidupan, pengetahuan, cinta, dan pertanyaan tentang segalanya.
                Dan di titik inilah aku sadar bahwa aku sudah kehilangan cintaku padanya. Tidak ada lagi cinta yang membara, tak lagi seperti dulu kala. Dulu disaat tanda tanya yang ada di kepalaku sebesar kepalan tangan pegulat profesional, disaat aku terus bertanya tentang semua hal. Namun dia terus menjawabnya. Mengikis habis tanda tanya yang ada di dalam kepalaku. Hingga habis tak bersisa. Hingga seperti sekarang ini, cintaku yang berbanding lurus dengan pertanyaanku, sudah tak lagi ada.
                Ternyata, ia tak hanya seorang wanita yang berkharisma saja, ia adalah wanita yang sangat dewasa. Ketika ia tahu aku berpikiran seperti itu, ia menerima semuanya dengan ikhlas. Seikhlas ketika ia menerimaku dua tahun lalu. Ia tidak punya alasan yang cukup kuat untuk menahanku lagi. Ia tidak mengalah, ia hanya mencintaiku. Namun dengan caranya sendiri. Yaitu melepaskanku.
                Tatapan mata yang sama itu terlihat lagi dari sudut matanya. Ia terlihat sama dengan dua tahun lalu. Seorang yang penuh dengan pertanyaan. Walaupun kali ini tanda tanya itu sudah lenyap, aku tetap mencintainya dengan pertanyaan yang dulu pernah muncul di kepalaku. Sehingga, aku akan tetap mengenangnya seumur hidupku. Aku berjanji pada diriku sendiri, padanya, pada Tuhan. Bahwa dia akan selalu ada di sini, di dalam hatiku. Dengan tanda tanya yang sama.

***

Mungkin kamu akan berpikir bahwa ceritaku akan berakhir sampai disini. Mungkin kamu berpikir aku hanya seorang yang terlalu banyak berpikir dan memuja logika. Namun, semua cara berpikir itu terpatahkan ketika aku menemukan tanda tanya baru di dalam hidupku. Tanda tanya itu berasal dari diriku sendiri. Jika selama ini aku mencintai seseorang dengan pertanyaan yang dibawa olehnya, kenapa aku tak diam saja ketika aku mencintai orang lagi? Toh, itu semua demi pertanyaan yang muncul di kepalaku. Bukankah aku lebih baik menyimpan pertanyaan itu dan diam saja ketika aku mencintai orang lain? Kan sama saja aku mencintai seseorang secara diam diam. Dan mungkin, dengan itu aku dapat mencintai tanda tanya itu dengan sepenuh hati.
                Mungkin kamu akan menjadi gila ketika mengetahui jalan berpikirku. Atau mungkin tidak. Jika kamu sudah terlalu lelah untuk berpikir, silakan hentikan bacaan ini dan lanjutkan aktifitas kalian yang lebih berharga dibanding dengan membaca jalan berpikirku yang aneh. Jika tidak, aku akan meneruskan bercerita. Meneruskan tanda tanya yang aku simpan dari awal aku becerita kepadamu.

***

Pertanyaan itu dimulai ketika aku bertemu dengan wanita yang biasa biasa saja. Tak ada yang lebih darinya. Mungkin hampir tak ada yang meliriknya jika ia tak bicara sepatah katapun ketika berkumpul bersama teman-temannya. Sayangnya juga, ia bukan pembicara yang baik, bukan juga pendiam yang hebat. Sehingga hanya sepatah dua patah kata yang seringnya terucap darinya. Istilahnya, dia hanya pelengkap di dalam setiap kelompok ia berada.
                Bukan aku bermaksud menjelek-jelekkannya. Karena memang tak ada yang bisa diejek darinya. Memang, ia hampir tak memiliki kekurangan. Itulah salah satu kelebihannya. Begitu juga dengan kebaikan, hampir tak ada yang bisa dipuji darinya. Dan kekurangan satu satunya yang ia miliki adalah ia tidak memiliki kelebihan. Ibarat timbangan, semuanya rata.
                Hal ini yang membuat aku sama sekali tak tertarik padanya. Aku, yang notabene adalah seorang yang selalu berpikir akan segala hal, tak mungkin bisa tahan dengannya yang biasa biasa saja. Karena selama ini standar yang aku terapkan adalah standar seorang wanita yang cerdas dan berpengetahuan luas. Menjatuhkan tanda tanyaku padanya pun aku tak sudi.
                Namun tak mungkin aku menceritakannya di sini bila ia hanya biasa saja. Maksudku, benar benar biasa dan tak ada lebihnya. Pastinya ada sesuatu yang menarik dari pribadi yang tidak menarik darinya. Dan ini menjadi pertanyaan baru bagiku. Pertanyaan tanpa jawaban.
                Hal ini, sekali lagi membuatku berpikir untuk kesekian kalinya. Karena ketika itu aku sempat berbincang dengannya. Tentunya, dengan cara berpikirnya yang sederhana dan apa adanya, membuatku tak pernah bertanya lagi. Sehingga, aku sering diam di hadapannya. Bukan diam untuk berpikir akan menjawab apa, melainkan diam untuk mencari pertanyaan baru yang akan menjadi tanda tanya berikutnya. Dan pada akhirnya muncul pertanyaan itu. Pertanyaan yang berbanding lurus dengan perasaan manusia yang paling tinggi terhadap sesamanya. Perasaan yang biasa disebut dengan cinta.
                Untuk pertama, aku tak yakin bisa semudah itu jatuh cinta dengan wanita seperti dia. Karena standarku selama ini adalah yang lebih tinggi daripada dirinya. Sehingga aku mengabaikan jauh jauh perasaan itu. Namun, semakin jauh aku membuang perasaan itu, semakin besar tanda tanya yang muncul di dalam kepalaku. Semakin kuat rasa ingin tahuku terhadap ketidaktahuannya. Kekuatan baru ini seakan tidak untuk mencari pengetahuan, tapi lebih kepada membagi pengetahuan. Karena pada hakikatnya, manusia ingin berbagi terhadap segala sesuatu. Salah satunya yaitu cinta.
                Dan.. Ya! Aku menemukan pertanyaan itu. Aku menemukan rasa yang selama ini aku cari tahu berasal dari mana. Karena di perbincanganku yang kedua, aku bukannya mendapat jawaban dari pertanyaan yang aku lontarkan terhadapnya, melainkan pertanyaan baru yang seharusnya aku bisa jawab sendiri. Ia membukakan mata ku terhadap jawaban yang seharusnya ada di kepalaku sendiri. Aku hanya tak pernah mengakuinya, bahwa jawaban itu ada di dalam diriku sendiri. Karena sekali lagi, pada hakikatnya seorang manusia haus akan rasa ingin berbagi. Termasuk membagi pernyataan itu terhadap orang lain. Dan pertanyaan itu kali ini aku bagi dengannya, bukan pertanyaan yang kutujukan kepadanya.
                Oke, sampai sini aku sendiri mulai mengalami kelelahan dalam berpikir apa itu pertanyaan, tanda tanya, cinta, dan sebagainya yang aku sebutkan sebelumnya. Aku mengakui, aku sendiri membutuhkan istirahat dalam bertanya ini dan itu. Mungkin inilah saatnya aku berhenti bertanya, dan mulai menjawab segalanya. Segala apa yang aku tanyakan dulu.
                Biarkan aku beristirahat untuk bertanya. Biarkan kali ini aku menjawab.

***

Hubungan kami berakhir ke dalam hubungan yang aneh. Aku, yang seorang pemikir dan dia seorang yang tak pernah menjawab. Hingga aku menemukannya sekarang. Tak seperti dengan mantanku yang dulu, aku membutuhkan dua tahun hanya untuk menemukan jawaban yang berarti tidak ada tersebut.
                Mungkin kamu sudah lupa dengan jawaban yang berarti tidak ada. Karena itu adalah jawaban dari pemikiranku ketika bersama mantanku. Jawaban itu sedikit berbeda ketika aku sedang bersama yang sekarang. Jawaban yang tidak ada itu ternyata berasal dari pemikiranku sendiri. Aku yang selalu berpikir tentang pertanyaan, tak pernah sedikitpun mau mengakui jawaban. Karena itulah aku terus bertanya. Dan sekarang, aku sadar bahwa aku terlalu banyak bertanya dan lupa akan hakikat dan tujuan dari bertanya itu sendiri.
                Dan dengan orang yang biasa-biasa saja ini aku menemukan arti dari berbagi satu sama lain. Berbagi cinta, cerita, dan cita-cita. Dengan itu semua aku menemukan cinta sejatiku. Dengan ini, aku menemukan tanda tanya sejati yang takkan pernah terusik eksistensinya. Ia hanya akan terus ada, tidak sampai waktu yang tertentu. Ia akan tetap menjadi pertanyaan sampai nanti, sampai mati.
             Dan sekarang, ialah pertanyaanku. Orang yang yang selalu menjadi jawaban atas pertanyaanku. Orang yang bisa mematikan rasa ingin tahuku dan menggantinya hanya dengan rasa cinta yang biasa saja. Yang biasa, namun tetap tumbuh dan tak habis diambil buahnya. Pertanyaanku adalah tanahnya, jawabannya adalah air, cinta kami berdua adalah tanamannya.
                Kepuasan hati itu, ketika kau menemukan jati dirimu. Dan aku baru saja menemukannya.Yang perlu aku lakukan hanyalah berpura pura tidak ingin tahu, dan mengabaikan pertanyaan itu. Cukuplah pertanyaan itu hanya ada di dalam benak kami berdua. Tak perlu terucap. Karena itulah aku yakin ikatan emosi kami lebih kuat dari sebelumnya. Karena aku mencintainya dari ketidaktahuanku terhadapnya. 


fin



image by me: Into the Vast
maaf ya sekalian ngepost gambar yang menurutku bagus ,  komennya ditunggu yaa :D

0 comments:

Posting Komentar