Bunda

Telah lama aku di pangkuanmu
Telah lama aku di susuanmu
Telah lama kau seka air mataku
Telah lama aku berada di sisimu

Ketika ku jatuh, kau tiup jauh
Hingga sakit tak sisa walau sedikit
Ketika ku menangis
Kau hapus air mata sampai habis

Kini kau lepaskan aku,
Kini kau pasrahkan aku,
Kini kau percayakan aku,
Pada dunia, Pada kenyataan,
Pada realita kehidupan

Di hari aku pulang nanti
Aku bukanlah aku
Di hari aku kembali nanti
Aku tetap bukanlah aku
Di harinya nanti
Aku akan buatmu menangis
Hingga kau jatuh di pelukku
Dan kau berkata,
"Aku bangga padamu, nak"

Aku berdusta jika ku bilang tak rindu
Aku berbohong jika ku bilang tak ingin bertemu
Aku berdosa jika tak menangis, ketika doa kupanjatkan untukmu

Bunda, Ibu, Umi, Mamak, Bundo, Mami, Mboke, Mama...
Apapun panggilanku untukmu
Itulah kata pertama yang keluar dari mulutku

Bunda...
Percayalah padaku, Percayakan pada hasil didikanmu
Bunda...
Percayalah padaku, Aku akan berubah demi dirimu
Bunda...
Percayalah Padaku,

Aku akan membanggakanmu


- Di buat ketika rindu pada ibu, di salah satu malam Madatukkar, di Purboyo, Malang Selatan
Category: 0 comments

Kalau Sudah Rindu, Aku Bisa Apa

Cerah, terik, gerah. Merupakan definisi terbaik untuk suasana hari itu. Dimana semua orang berlalu lalang menunggu sebuah baja melintas di depan mereka dengan cepat. Dan di tengah kondisi itulah aku berada, sambil bermimpi apa yang akan kulakukan di weekend berikutnya. Karena hari ini adalah hari aku kembali ke tempatku mengabdikan diri.

Di stasiun ini, di Tanah Abang, tempatku berhenti sejenak untuk transit dari stasiun stasiun sebelumnya. Dan stasiun ini adalah tempat transit terakhir sebelum sampai di stasiun tujuanku nanti. Semangat yang mulai memudar semakin membantu menambah kebosananku menunggu kereta berikutnya.

Ketika aku sadar, di sampingku ada seorang wanita. Ia mengenakan jilbab berwarna jingga, dengan make-up sekedarnya, dan tas punggung yang dipeluk olehnya. Seakan ia curiga dengan semua orang yang ada di sini. Manis sih wajahnya. Bergaya Indonesia sekali. Tapi apa mau dikata, ia hanya seorang yang asing bagiku, dan aku asing baginya. Ya, biarkanlah saja begitu adanya.

Sampai suatu ketika ia mengangkat telepon genggamnya, lalu mengucapkan beberapa baris kalimat dalam bahasa yang dulu pernah aku pelajari. Tapi sampai sekarang pun aku tidak mengerti. Lalu aku mengambil kesimpulan bahwa dia adalah mahasiswa yang cukup luas networkingnya, bahkan sampai ke negara tempat Fat Man dijatuhkan. Dan, dari sini aku semakin tertarik dengannya.

Category: 0 comments