Mak, Titip Surga Satu Ya

Hari ini adalah hari terbaik dari beberapa hari dalam satu minggu terakhir ini. Dan itu terbukti dari sumringah cerah yang terus membuncah dari seorang jagoan dari kampung yang banyak udangnya di daerah Jawa Timur sana. Broto namanya, tapi banyak yang memanggil dia "berotot". Bukan karena badannya yang berotot, tapi setiap dia bicara selalu muncul otot di lehernya.

Karena esok hari, adalah hari dimana Broto akan menerima penyematan sebagai salah seorang yang sudah berhasil menempuh ujian hidup selama 4 tahun, yang biasa disebut oleh khalayak umum sebagai kuliah. Dengan mengantongi nilai yang sedikit diatas standar saja, seorang anak desa yang tak memiliki ayah sejak kecil ini bersyukur akan hasil yang ia dapatkan sejauh ini. Kuliah yang ia tempuh sepenuhnya ditanggung oleh negara. Bahkan terkadang ia mendapatkan bonus dari seringnya ia memberikan materi pengajian di masjid sekitar kampusnya.

"Assalamualaikum mak, nanti tak jemput jam berapa?"
"Waalaikumussalam nak, Insyaallah keretanya sampai jam 6 besok pagi"
"Oke mak. Bawaannya gak banyak-banyak to?"
"Gak banyak kok nak, mamak jg gabisa bawa terlalu banyak. Gak kuat"
"Okedeh, kalo ada perubahan jadwal kabarin yo mak"
"Insyaallah"

Broto menutup telepon dan mengucapkan hamdalah karena sudah mengetahui kabar dari ibunya yang datang jauh jauh dari kampung sampai ke ibukota. Dengan ini lengkaplah sudah persiapan Broto untuk menghadapi hari yang dinanti-nanti.



***

"Mak, ngapain sih masuk pesantren segala?"
"Ya biar ilmu agamamu tambah kuat to nak"
"Tapi kan di pesantren gak enak mak. Bangun pagi buta, makan diatur-atur, di asramain juga"
"Insyaallah itu terbaik buat kamu nak, itu pesen bapak dulu sebelum bapak kembali"
"Dulu bapak bilangnya gimana sih mak"
"Ya bapak itu dulu cita citanya mau jadi hafiz quran, tapi gak keturutan. Nah waktu mamak hamil kamu, bapak doa tiap malem biar kamu jadi hafiz, kalo perlu jadi ustad yang ngajarin banyak orang. Inget nak, barangsiapa yang mengajak kepada kebenaran, maka ia akan memperoleh pahal seperti orang yang mengerjakannya tanpa dikurangi sedikitpun. Coba bayangin kalo kamu jadi ustad, pahalanya gaakan putus kan?"
"Iyasih mak. Apalagi waktu kita mati nanti, amalan yang gaakan putus itu salah satunya adalah ilmu yang bermanfaat"
"Nah itu kamu tau kan. Yaudah mamak kasih kebebasan buat kamu milih pesantrennya, asalkan kamu tau latar belakang pesantrennya dulu"
"Iya mak"

Ibu Broto adalah seorang janda beranak satu yang sangat sederhana. Tapi bukan berarti keluarga mereka adalah keluarga peminta-minta. Mereka masih memiliki usaha peninggalan dari ayah broto. Yaitu sebuah toko kelontong yang cukup untuk makan mereka ditambah dengan makanan bagi orang-orang sekitar yang lebih membutuhkan daripada mereka.

Ayah Broto meninggal ketika Broto masih dalam kandungan. Semenjak itu Fatima, ibu Broto hidup dengan penghasilan dari toko kelontong peninggalan suaminya.

Ketika Broto masuk smp, ibunya terkena penyakit diabetes, hingga memaksa ia untuk mengamputasi sebagian dari kaki sebelah kirinya. Hal ini membuat Broto  semakin semangat untuk menuntut ilmu tanpa menggunakan biaya sendiri. Dan itu ia buktikan ketika ia kuliah di salah satu universitas Islam terbaik di Indonesia, hanya dengan mengandalkan beasiswa.


***

Hari yang dinanti telah tiba, wisudawan berkumpul di gedung serbaguna sambil menunggu datangnya orangtua mereka.

Broto menunggu dengan harap-harap cemas. Ia tak sedikitpun ada rasa iri melihat wisudawan lain bersama dengan kedua orangtuanya. Baginya, kecintaan sekaligus kebanggan terhadap ibunya lebih besar daripada rasa iri yang mengganggu itu. Mengingat kekurangan Fatima, kecintaan Broto terhadap ibunya sangat sempurna.

Dari kejauhan terlihat seorang ibu yang naik becak, mengenakan baju kebaya kampungan dengan aksesoris seadanya. Make up yang terlihat menor pun menghiasi wajahnya. Sekali lihat pun Broto tahu, siapa orang kampungan dengan keterbatasan fisik yang terlihat mencolok itu siapa. Orang yang didahulukan daripada segala urusan dunia. Orang yang menyebut namanya di dalam setiap doa. Orang yang jika restunya tak dihiraukan, maka murka Allah yang didapatkan. Orang itu adalah Farima, ibu Broto

Dengan pakaian wisuda yang terasa panas dan kurang nyaman, ia berlari sekuat tenaga mengejar ibunya. Diraih tangan ibunya, lalu diambilkan pegangan yang membantu ibunya untuk berjalan.

Belum genap kesadaran Fatima, Broto langsung mencium tangannya, membantunya berdiri sambil memberikan tongkat ibunya. Setelah ibunya berdiri dengan benar, tanpa rasa malu Broto belutut dan langsung mencium kaki ibunya yang tinggal satu itu.

"Assalamualaikum surga, tunggulah aku dibalik telapak kaki orang yang kucintai ini. Semoga cintaku tetap sempurna dibalik semua ketidak sempurnaan yang ia miliki" Kata Broto seraya berdiri dan memeluk ibunya erat.
"Waalaikumussalam nak. Aku akan menunggumu masuk kedalamku. Tingkatkan lagi pengabdianmu terhadap pemilikku. Itu kata surga, ia titip salam padamu"
"Mak, wisudanya mulai sebentar lagi. maaf Broto belum bisa bikin mamak duduk di kursi vip yang isinya anak berprestasi. Tapi aku janji akan membuat mamak duduk di singgasana tertinggi di surga melalui doa doaku mak."
"Dimanapun mamak duduk gaakan ada masalah, To. Yang penting kamu nanti jadi orang yang bermanfaat buat agama."

Dan Broto menggandeng ibunya erat menuju gedung serbaguna. Seakan-akan Fatima adalah kekasihnya.

"Mak, setelah ini aku mau kuliah lagi. Mau cari ilmu lebih dalam lagi. Tapi mungkin di luar negeri"
"Kejarlah cita citamu nak, mamak bisanya cuma mendoakan kamu"
"Justru cuma doa mamak yang bisa nganterkan aku kesana"


***

"Oiya mak, dijaga baik baik ya surga buatku itu. Kan juga tinggal satu"
Category:

0 comments:

Posting Komentar