Gaun pengantin berwarna putih
dengan berbagai bunga hiasan yang berdiri tegak di atas kepalanya, terlihat
sangat menawan. Hal itu semakin luar biasa ketika dipadukan dengan
kecantikannya yang sederhana namun memikat mata. Ah, sungguh beruntung aku
menemukan wanita secantik ini di masa ku yang sudah tidak muda.
Ini adalah kali pertamaku
meminang seorang wanita. Aku, dengan jas hitam dan dasi berwarna merah
dipadukan dengan songkok khas presiden pertama Republik Indonesia, hanya duduk
mematung menunggu mc membacakan acara selanjutnya. Acara inti yang dinanti-nanti.
Orang orang sekitarku terlihat
was-was, menantikan ucapan Ijab yang disampaikan oleh ayah dari mempelai wanita,
dan Qabul yang akan diteruskan olehku. Mereka takut aku akan salah dalam
mengucapkan nama sang mempelai wanita. Karena jujur saja, bagiku namanya cukup
sulit untuk diucapkan. Dengan lidahku yang sarat dengan aksen jawa, namanya
menjadi makin sulit untuk kuucapkan.
Seseorang menyelipkan kertas
kecil berisi nama lengkap dan mas kawin yang sudah disiapkan. Kertas itu
langsung kutaruh diatas meja dan kuapit dengan tangan kananku yang sedang
memegang tangan mertuaku. Lebih tepatnya, sebentar lagi akan menjadi mertua. Dan
sambil menunggu ia selesai mengucapkan dialog bagiannya, aku menghapalkan
tulisan yang ada di kertas itu.
Wus, tanganku di ayun kecil untuk
mengisyaratkan bahwa ini saatku mengucapkan dialog bagianku. Dan untungnya,
tepat sebelum tanganku di ayun, aku sudah siap. Kemudian, dua orang di
sekitarku langsung mengucap “sah” seketika saat sang penghulu menanyakannya.
Lega rasanya. Ini kali pertama
dan terakhirku untuk melakukan semua hal ini. Tapi tidak untuk mempelai wanita.
Ini adalah kali keduanya.
Iya, dia adalah seorang janda
beranak satu. Dan satu anak ini, akan menjadi bagian hidupku yang paling luar
biasa.