Aku melihat seorang gadis yang
duduk di salah satu meja yang hanya memiliki dua kursi. Tipikal meja untuk
pasangan memang. Apalagi posisinya juga tidak terlalu terlihat dari depan. Ditambah
lagi, pencahayaan yang tidak terlalu terang juga tidak terlalu gelap, wajahnya
jadi terlihat tertimpa cahaya sebagian. Dan meskipun hanya sebagian, manis
wajahnya tak bisa kupungkiri lagi. Aku beruntung malam minggu ini bisa
kuhabiskan bersamanya. Walaupun ini hapir menjadi rutinitas kami.
Namanya Lena. Gadis yang bisa
dibilang mempunyai banyak fans. Dia adalah cewek cool yang agak pendiam. Aku mengatakan
dia keren karena memang gayanya yang selalu enak dilihat. Tapi bukan yang
terlalu penggila fashion. Dan juga bukan yang terlalu mengumbar. Seakan-akan
semua pakaian yang dia pakai selalu keren dimataku. Tapi itu adalah bonus, aku
meyukainya karena sifatnya yang juga keren dimataku.
“Cewek”
“Pasti alesan klasik lagi”
“Hehe, kali ini beda. Macetnya gak
dijalan, tapi dirumah”
“Emang dirumah ada si komo lewat
gitu ya?”
“Ada, banyak”
“Gila lu”
Tak
banyak bicara aku langsung duduk berhadapan dengannya. Membicarakan hal yang
kami lalui selama tidak bertemu. Yah, seperti malam minggu sebelum-sebelumnya,
kami sering menghabiskan malam minggu berdua. Bosan? Tidak juga, karena tidak setiap
malam minggu kami bertemu, terkadang kami meluangkan waktu untuk urusan kami
masing-masing. Dan sejauh ini, seperti itulah bentuk hubungan kami berdua. Tak lebih
tak kurang.
Pertemuan
kami berawal dari kampus yang sama. Sehingga aku sering bertemu dengannya. Awalnya
kami hanya teman biasa yang kemudian dijodoh-jodohkan karena sifat kami yang hampir
sama. Sama-sama sinting lebih tepatnya. Hanya bedanya aku tidak cukup sedikit
bicara untuk dibilang pendiam.
Kami sudah
berjalan hampir 10 bulan. Waktu yang cukup lama untuk keisenganku. Karena kuakui,
aku memintanya menjadi pacarku itu hanya iseng saja. Aku pikir dia mau
menerimaku karena penjodohan kami berdua oleh teman-teman kami. Dan ternyata
benar, ia mau menerimaku menjadi pacarnya. Belakangan, ketika aku mengakui
bahwa aku hanya iseng saja di awal hubungan kami, dia juga mengakui bahwa dia
juga iseng menerimaku. Dia pikir aku akan menjadi lelaki yang baik untuknya.
Dan
kemudian hal itulah yang mendasari ketidakseriusan kami dalam menjalani
hubungan. Namun tak apa, kami berdua hanya ingin menikmati masa-masa seperti
ini. Tak perlu banyak berpikir tentang masa depan, tak perlu banyak bicara
tentang pelaminan. Jalani apa saja yang ada.
***
Kali ini
aku duduk sendirian di kantin kampus. Aku menunggu kedatangan teman-temanku. Salahku
sendiri terlalu cepat datang kesini, dan akhirnya tak ada satupun dari
teman-temanku yang menunjukkan batang hidungnya. Tapi paling tidak, aku tidak
menyesal datang cepat kali ini. Karena ada hal besar yang menanti untukku.
Dari kejauhan
aku melihat gadis yang dulu pernah kukenal. Dia adalah teman sma-ku. Dan aku
baru tahu belakangan kalau dia juga masuk di universitas yang sama denganku. Yah,
untung saja ada dia, paling tidak aku tak sendirian disini.
”Resta?
Apa kabar? Lama nih gak ketemu”
“Eh, si
Jos. Ternyata kamu kuliah disini. Kabar baik kok. Masuk jurusan apa?”
“Teknik
lingkungan. Kamu?”
“Kalo
aku sih teknik mesin”
“Oooh,
teknik mesin jahit? Hahahah”
“Ya
bukanlah. Masih inget aja sih”
“Ya iya
dong. Itukan jadi bahan guyonan waktu sma dulu”
“Yaa
yaa. Yang penting sekarang aku betulan masuk teknik mesin”
“Ahaha,
iyaa sip deh”
Aku biasa
memanggilnya Jos. Nama aslinya adalah Jane. Itu memang panggilannya ketika sma
dulu. Karena sifatnya yang blak-blakan dan cenderung ke tomboy. Yah, bisa
dibilang dia hampir tak memiliki masalah, karena masalah akan takut duluan
sebelum mendatanginya. Malah terkadang ialah yang mendatangi masalah. Sehingga
banyak lelaki yang suka berada di sekitarnya karena sifatnya yang asik.
Dan
kebetulan kali ini ia datang dan tetap menunjukkan bahwa ia tidak pernah
berubah. Sampai sekarang ia tetaplah gadis yang periang dan disukai banyak
lelaki. Disukai sebagai teman tentunya.
Jujur
saja, aku dulu pernah menyukainya. Dan bukan sebagai sikap kecowokannya. Tapi menyukainya
sebagai seorang gadis normal. Tapi aku tidak pernah mengungkapkannya karena aku
pikir hanya suka sementara saja. Apalagi sekarang aku sudah memiliki pacar. Dan
barusan kudengar bahwa dia memiliki pacar juga. Dan kabar lain bilang kalau
pacarnya sangat rupawan. Ah, betapa beruntungnya dia.
Tak
lama kemudian, teman-temanku datang dan melihat aku sedang bersamanya. Aku mengenalkannya
pada mereka. Dan hampir tak kusadari, mereka langsung akrab seperti teman lama
yang tidak bertemu. Memang gadis ini adalah gadis luar biasa dengan personaliti
yang juga luar biasa. Sedikit menyesal kenapa dulu tak kunyatakan saja
perasaanku. Mungkin dibalas kalau aku cukup beruntung.
Sebenarnya
kami disini hanya ingin membicarakan masalah liburan saja. Apalagi ada Jane
yang ikut dalam forum kami, sehingga pembicaraan semakin ngalor-ngidul. Dan itupun
berakhir cepat karena salah satu dari temanku harus pergi karena panggilan dari
dosen. Secara tak resmi, pembicaraan kami ditunda sampai waktu yang belum
jelas. Diikuti dengan temanku yang lain, kami bubar.
Lalu
tinggal aku dan Jane berdua. Kami melanjutkan pembicaraan tentang masa sma. Sedikit
bernostalgia tentang apa yang terjadi di masa lalu. Mulai dari masalah sma
kami, teman-teman lama kami, sampai masalah percintaan. Yah, aku tak berani bilang
langsung bahwa dulu aku pernah menyukainya. Karena itu mungkin akan memalukan.
“Udah
sore, gak pulang?”
“Maunya
sih, tapi pacarku masih latihan band”
“Oh,
namanya siapa? Mungkin aku kenal”
“Dika,
vokalisnya HowTo”
“Oh,
band indie yang baru baru ini terkenal itu ya? Keren banget kamu jadi pacar
vokalisnya”
“Hehe,
makasih”
“Yaudah,
kalo mau kuanterin gapapa sih. Dengan syarat pacarmu gak boleh cemburuan. Ntar abis
aku”
“Waaah,
makasih loh. Tenang aja, dia juga sering minta tolong orang lain buat jemput
aku kok. Biasalah orang sibuk”
“Sip”
Hari
ini terasa sangat panjang karena adanya Jane. Gadis yang pernah kusukai. Yah,
walaupun hanya sekedar bisa mengantarkannya pulang, aku sudah senang. Dan aku
tak pernah berharap lebih karena sainganku adalah vokalis band keren.
Oiya,
aku sendiri kan punya pacar…
***
Malam minggu kali ini, takkan sama
seperti malam minggu biasanya. Karena kali ini, aku pergi ke puncak dan menyewa
sebuah villa untuk 10 orang. Villa yang cukup besar dengan pemandangan yang
bagus. Dan yang paling luar biasa adalah, aku bisa membawa Lena bersamaku. Dengan
syarat, aku tidak melakukan hal yang aneh aneh. Padahal aku hanya ingin
refreshing bersama saja. Aku tak berani aneh aneh dengannya.
Acara kami hanya acara standar
saja. Seperti bakar jagung, menyalakan kembang api, cerita seram saat malam,
dan lain sebagainya.
Lena adalah seorang penakut jika
berhubungan dengan cerita-cerita seram. Dia memilih untuk tidak ikut
mendengarkan dan mengajakku keluar. Yah, sebenarnya aku juga ingin ikut dengan
teman-temanku, tapi demi pacar apa boleh buat. Kami memilih untuk duduk di
gazebo yang disediakan di tengah taman.
“Res, pernah gak kamu mikir serius
untuk hubungan kita?”
“Sebenernya pernah sih”
“Trus gimana hasilnya?”
“Ya hasilnya ya sekarang ini. Aku sama
kamu berdua disini”
“Duh, bukan itu”
“Emang yang kayak gimana? Tumben banget
kamu ngomong kayak gini”
“Ya aku kepikiran aja sama kata
katamu dulu, kalo kamu cuma iseng aja”
“Katanya kamu juga iseng nerima aku”
“Tapi bukan berarti cintamu cuma
iseng kan?”
“…”
“Kenapa diem?”
“…”
“Kenapa? Gabisa jawab pertanyaanku?”
“Maaf sebelumya. Bukan aku gabisa
jawab pertanyaanmu. Bukan aku diem karena aku emang gak serius. Tapi kenapa
baru sekarang kamu tanya kayak gitu. Ketika kita sudah selama ini. Sebenernya aku
gak perlu kamu tanyakan seperti itu untuk masalah perasaan. Kalo aku gak
serius, gak mungkin bisa sampai selama ini. Gak perlu kamu tanyakan kepastian ke
aku. Perasaanku itu udah pasti. Udah terlanjur pasti”
“Jadi intinya, kamu serius kan?
“Apa perlu aku bilang lagi bahwa
dulu aku iseng? Biar nanti kamu jawab bahwa sekarang kamu juga iseng tanya
kayak gitu?”
“…”
“Aku gaperlu masa depan, aku
gaperlu masa lalu. Yang penting sekarang kamu disini, disampingku. Dan bahuku
akan ada ditempatnya buat sandaranmu”
Kemudian kami berdua terdiam. Dan perlahan-lahan
Lena mulai melepaskan pertahanan terakhirnya dan menyerahkan kepalanya ke
bahuku. Sampai akhirnya tanganku melingkari bahunya untuk dia bersandar.
"Jangan lepasin tanganmu ya"
Kami menghadapi dinginnya puncak
berdua. Untuk malam ini. Mungkin malam ini saja.
To be continued…
0 comments:
Posting Komentar