Aku diminta pacarku untuk membuat sebuah surat cinta
kepadanya. Surat cinta yang isinya pernyataan ingin menjadi pacar. Istilahnya
jaman sekarang itu ‘nembak’. Walaupun kami sudah pacaran sampai tiga tahun,
tentu saja hal seperti itu bukan untuk hubungan yang sudah senior seperti kami.
Apalagi kami sudah sama sama dewasa.
Untuk pertama dia meminta, aku iyakan saja tanpa banyak
tanya. Aku kira itu untuk peringatan hari jadi kami yang sebenarnya tidak jelas
kapan tanggalnya. Tapi, kami berdua memutuskan untuk menetapkan tanggal
berdasarkan hari kemenangan klub favorit kami berdua. Chelsea. Karena pada hari
itu, Chelsea mendapatkan piala Liga Champions.
Alasan kami memilih hari itu sebenarnya aneh
saja. Dan hal itupun kami putuskan satu tahun sesudah kemenangan Chelsea. Hanya
karena ada yang bertanya tepatnya kapan kami resmi jadian. Karena yang aku
ingat, pada hari itu kami nonton bareng final Liga Champions. Dan ketika gol terjadi, refleks kami berdua
melompat dan memeluk satu sama lain. Dan tirai halus yang membatasi kami berbicara berdua pun sedikit
demi sedikit lenyap. Hubungan kami naik satu tingkat saat itu
Lucu memang, tapi itulah hubungan yang terjadi di antara
kami. Bahkan aku tak bisa berhenti tertawa jika ada orang yang memintaku untuk
bercerita tentang bagaimana hubungan kami.
Ketika dia memintaku untuk dibuatkan surat yang kedua
kalinya, dia lebih serius. Air mukanya berubah pada saat aku menjawabnya dengan
cuek saja sambil tertawa kecil. Dan dia minta dengan tegas untuk memberikannya
di hari jadi kami berdua, di jam yang dia minta, di tempat yang ia tunjukkan.
Dan satu lagi, harus romantis.
Seumur-umur aku hanya membuat surat cinta dua kali. Yang
pertama adalah ketika aku masih ingusan. Jaman dulu aku belum mengenal sistem
pdkt. Yang aku tahu adalah “aku suka kamu, kita pacaran”. Mungkin karena
pengaruh tayangan televisi saat itu, sehingga aku sudah kenal yang namanya
pacar-pacaran. Dan bodohnya aku, aku tak memikirkan satu frasa lagi di tengah
kalimat yang aku elu-elukan. Karena seharusnya “aku suka kamu, kamu suka aku,
kita pacaran” dan aku tidak mendapatkan frasa tengah tersebut. Aku jadi bahan
tertawaan satu sekolah. Dan surat cintaku yang kedua adalah tugas Bahasa
Indonesia dari sekolah menengah pertamaku.
Mendapat tugas ketiga ku di umur yang sudah tidak muda lagi
ini membuatku bertanya-tanya, bagaimana cara membuat surat cinta yang romantis.
Aku hampir kehabisan ide, dan akan memberikan tugasku pada internet. Tinggal
search surat cinta romantis, ribuan halaman akan muncul secara bersamaan. Tapi,
demi tiga tahun kami, aku akan berjuang keras untuk membuatnya dalam waktu
dekat. Mengingat hari jadi kami yang tinggal satu minggu lagi.
***
H-3 akhirnya aku siap untuk menunjukkan pada temanku dan
bertanya apakah surat yang aku buat sudah cukup romantis. Sehingga nanti ia
tidak marah. Karena aku tahu, ini masalah serius untuk dia.
Kurang lebih begini isi suratnya
Maaf, aku bukan
pujangga yang bisa menggombalimu tiap hari
Maaf, aku bukan
penyanyi yang bisa meluluhkan hatimu dengan senandung merdu
Maaf, aku hanya pemuda
biasa yang sedang dimabuk cinta
Bahkan surat inipun
aku buat dengan seluruh hati dan tenaga
Namun, jika suatu saat
aku menggombalimu, bersiaplah untuk merangkai kembali badanmu
Karena kepinganmu yang
akan tercecer kemana-mana
Namun, jika kau tidak
meleleh karena apiku, maka ada yang salah denganku
Itu berarti aku tak
cukup mencintaimu
Karena seorang lelaki
akan sangat kurang ajar bila tidak mampu membuat puisi dikala ia rindu
Karena seorang lelaki
akan sangat kurang aja bila tidak mampu membuat pasangannya jatuh hati lebih
dalam lagi
Dan, jika engkau
sadari, sesungguhnya saat ini aku sedang menggombalimu.
From kamar kos,
With love
Aku yakin, ia akan marah dengan hasil dari tulisanku.
Pertama, tidak ada unsur ‘nembak’ sesuai
yang ia inginkan. Kedua, aku menulisnya di kertas hvs dengan pensil warna. Aku
pikir akan lebih baik, namun yang terjadi adalah sebaliknya. Dan yang terakhir,
surat ini sama sekali tidak romantis.
Ah, kalau ia benar benar mencintaiku, pasti hal seperti ini
tidak akan mengganggunya. Optimis saja.
***
Hari ini kami bertemu di tempat yang ia minta, namun
sayangnya, sedikit terlambat karena baru saja aku mengalami kemacetan parah di
perjalananku tadi. Salahku karena tidak berangkat lebih cepat. Namun itu sama
sekali tidak membuatnya marah. Ia hanya tersenyum padaku, mempersilakan.
Tak hanya senyumnya yang menggetarkan, di sekitarku banyak
orang yang tidak kukenal menyapanya. Banyak orang berumur 40 tahunan yang
tersenyum padanya. Aku cuek saja, karena memang ia mempunyai banyak relasi.
Lalu, dia meminta surat yang aku buat sebelumnya. Untung
saja aku tak lupa, mungkin hariku akan hancur, begitu juga dengan hubunganku
dengannya.
Ia mulai membacanya, tak lama kemudian ia tertawa dan
menggenggam surat itu erat erat. Aku tak tahu apa yang terjadi padanya, aku
hanya bisa membalas tawanya dengan senyumku. Lalu, ketika dia berhenti tertawa
dan mulai berbicara, aku merasa ada angin yang dapat kapan saja membunuhku. Ekspresinya
berubah dengan tiba-tiba.
“Maaf, seharusnya aku menyadari semua ini dari awal hubungan
tidak sehat yang kita jalani. Aku dan kamu tak seharusnya bersatu. Kita adalah
sama, dan Tuhan memutuskan kodratnya sejak Adam tercipta di dunia. Maka dari
itulah Hawa tercipta.”
Sedetik terasa berjam-jam menunggu kalimat berikutnya. Hanya
untuk menunggunya mengambil nafas, seluruh tenggorokanku tercekat. Asam lambung
yang terasa ingin keluar terus menerus menonjok perut sisi atasku.
”Maaf, akhir akhir
ini aku memang tidak bisa bertemu denganmu, karena kedua orangtuaku memutuskan
untuk mencarikan seorang Hawa untukku. Aku memilih hari ini, karena hari ini
juga aku ditunangkan dengannya. Mereka takut akan hal yang jauh lebih parah,
jika ini dibiarkan terus menerus. Maafkan aku...”
Aku tidak tahu apa yang ada didepanku saat ini, namun aku
merasa semua yang kulihat menjadi buram. Seperti kaca depan mobil yang wipernya
tidak dinyalakan saat hujan deras. Dan kurasakan tanganku menyentuh lantai
marmer. Aku bertumpu pada keempat alat gerak utamaku, namun masih kurasakan
gravitasi yang menarikku semakin dalam.
Semua orang di sekitarku mendadak kenal padaku. Mereka semua
seperti iba melihatku seperti ini. Namun sebagian di antara mereka tersenyum
puas. Aku tak bisa membedakan mana yang lebih keji, menggunakan topeng iba di
depan seseorang yang perlu dikasihani, ataukah menunjukkan wajah asli disaat
seperti ini.
Aku tidak tahu apa yang kulakukan, tapi aku refleks
memeluknya lalu memberikan salam dan selamat pada wanita yang berada 1 meter
dibelakangnya. Walaupun ia belum mengenalkanku pada wanita itu, aku yakin
wanita itulah orangnya.
Dan aku pergi dengan salam yang paling ramah yang pernah
bisa aku ucapkan pada manusia yang keji seperti mereka.
***
Aku lupa mengambil surat itu. Biarkan saja dia menyimpannya,
paling tidak ia tidak akan melupakan ia berasal darimana dahulu. Begitu juga
denganku.
Ah, sepertinya aku memang harus benar-benar kembali ke jalan
yang lurus. Dan aku menemukan bakatku yang terpendam, menulis surat cinta. Dan
kali ini aku akan membuat surat cinta kepada kaum hawa sungguhan.
"Jadi cewek ya, aku suka sama cewek"
0 comments:
Posting Komentar