Ai, Sesunnguhnya Selama Ini...

Redo tak pernah sekalipun mengungkapkan cinta kepada Istri satu satunya yang ia miliki. Bahkan ketika masa pacaran pun Redo hanya mengajak Ai untuk beranjak ke jenjang yang lebih serius. Tanpa sekalipun mengucap sebaris kalimat pernyataan cinta. Hanya sekali memang, itupun dia hanya bilang "Maukah kau menjadi istriku?" Itu saja, dan selebih Ai mengatakan iya, Redo tak lagi mengucapkan hal-hal sejenis itu.

     Redo adalah orang yang paling tidak romantis diantara semua pacar Ai sebelum Redo. Tapi keinginan kuat Redo untuk mempersunting gadis yang bernama asli Aisyah ini, membuat orang tua Ai setuju dengan pernikahan tersebut. Ai juga tidak keberatan pada awalnya, karena ia tahu tak mungkin Redo tak serius menikahinya jika Redo sampai memilihnya. Karena, pada kenyataannya banyak wanita yang menyukai Redo, bahkan beberapa bersedia menjadi istri kedua.

     Memang, Redo adalah seorang pria rupawan dengan pekerjaan yang cukup mapan di umurnya yang masih muda. Tak diragukan, takkan ada wanita yang mau menolak untuk dipersuntingnya. Tapi sekali lagi, seharusnya hal serius seperti cinta ini tak mungkin bisa diabaikan.

    " Lalu, kalau memang cinta yang mendasari suatu hubungan pernikahan, berarti tak perlu ada uang, rumah, anak, dan segala hal lainnya yang menyertainya, bukan? Apa mau dikasih makan cinta terus?" Jawab Redo ketus kepada Ai untuk kesekian kalinya ia bertanya tentang perasaan Redo kepada Ai.



***


Anak dengan seragam merah putih itu berlari sambil menahan tangisnya. Tangisan karena rasa malu yang sangat dahsyat di hadapan teman temannya. Rasa malu yang seharusnya tidak dimiliki oleh anak kecil. Tapi ini lebih dari rasa malu, mungkin lebih tepatnya, rasa penyesalan.

     Jeni adalah penyebab tangis Redo. Ia adalah primadona sekolah yang dipuja oleh semua anak. Karena pada umurnya yang masih SD, wajahnya sudah menampakkan kecantikan anak remaja. Sehingga, karena pengaruh televisi yang isinya hanya acara percintaan saja, anak-anak lelaki tertarik padanya. Dan Redo adalah salah satunya.

     Cinta monyet, dia bilang waktu sudah dewasa. Tapi wajar saja, ketika masih kecil perasaan itu rasanya berbeda. Dia mencintai Jeni dengan sepenuh hati. Sampai sampai ia pernah membawakan semacam karangan bunga mawar yang diberi parfum biar lebih harum. Karena pada saat itu, film remaja tontonan mereka bilang bahwa bunga itu simbol dari romantisme. Padahal, belum tentu anak ingusan seperti itu tahu arti dari 'romantis' itu sendiri.

     Sampai pada akhirnya, Redo menyatakan cinta pada saat semua teman temannya berkumpul. Redo yakin benar bahwa cintanya akan dibalas oleh Jeni. Karena dalam kacamata Redo, Jeni selalu tersenyum di hadapan Redo. Walaupun sesungguhnya senyum itu hanya ada di dalam kepala Redo.

     Jeni dari awal sudah tahu gelagat Redo, dan ia tidak berniat untuk menjadikan Redo sebagai pacar atau sejenisnya. Karena Jeni sendiri sudah punya pacar. Dan secara kebetulan, pacar Jeni ada disana. Ia pukul kepala Redo sampai terjungkal. Dan mengusir Redo dari sana. Ia menyatakan bahwa ia tak ingin melihat wajah Redo lagi.

     Dari sini, Redo percaya bahwa pernyataan cinta secara gegabah akan membawa musibah.


***


Malam hari, di kafe favorit Ai, hujan turun di musim yang tak seharusnya hujan turun. Di sudut mata Ai, ia menangkap sosok yang ia kenal basah kuyup dan mencoba masuk kafe untuk berteduh. Tentu saja, penjaga kafe tersebut tak mau kafenya kotor dan menahannya disana. Ai pun bergegas membayar minumannya dan mendatangi pria tersebut.
     "Kamu ngapain kesini? Sampe basah kayak gini lo"
     "Aku gabawa jas hujan, tadi siang aja panas betul"
     "Iyasih, yaudah di sana ada yang jual payung kayaknya"
     "Oke, sekalian kuanterin pulang deh"
     "Yakin nih? Kan kost-ku gak searah ke kost kamu"
     "Yaudadeh gapapa"
     "Keras kepala banget sih kamu"

     Tersisa hanya 1 payung berukuran sedang yang ada di toko tersebut. Selain karena stoknya habis dibeli oleh orang orang yang tidak menyangka ada hujan, juga karena sudah malam. Toko itu akan tutup tak lama setelah Ai dan Redo berlalu.

     "Do, kamu yakin abis lulus langsung mau nikahin aku?"
     "Yakin dong. Kalau emang kamu masih mau sama aku, kenapa enggak?"
     "Tapi banyak lo yang mau sama kamu. Lebih cantik dari aku malah"
     Redo menjawab dengan diam
     "Do, kok diem sih?"
     Redo hanya sibuk melihat kedepan, lalu kebawah. Ia melangkah berhati hati untuk menghindari genangan air.
     "Mesti diem kan"

     Payung itu sebenarnya hanya cukup untuk satu orang dewasa. Dan ketika hujan turun semakin deras, Redo merangkul Ai dengan lebih erat. Entah itu karena Redo tak ingin basah karena hujan, atau memang itu adalah jawaban untuk pertanyaan Ai yang belum terjawab malam itu.

     Sesampainya di depan kost, Redo tak lama lama di sana. Ia langsung beranjak karena malam semakin larut. Sejauh yang Ai tahu, Redo hanya tersenyum dari luar pagar. Tak yakin, karena hujan makin deras. Dan mengurangi pandagan Ai.

Mungkin memang, dekapan tangan Redo malam itu adalah jawaban. Jawaban yang tak pernah diakui oleh Ai.


***


Ine adalah gadis muslimah yang menjadi kekasih Redo ketika smp. Mereka menjalani pacaran secara diam diam karena orangtua Ine sangat keras dalam hal seperti itu. Sehingga, satu satunya alat komunikasi adalah handphone.

     Pada awal Redo meminta Ine untuk menjadi pacarnya, ia hanya bilang bahwa ia ingin lebih dekat dengan Ine. Ine pun sesungguhnya menyimpan perasaan terhadap Redo. Sehingga mereka pun mulai sering berhubungan melalui sms, telpon, atau internet.

     Redo mulai sering membuat puisi bertema cinta saat ia mulai benar benar jatuh ke hati Ine. Semakin lama, cinta Redo kepada Ine pun semakin besar. Sampai sampai, nilai Bahasa Indonesia Redo tentang puisi mendapat nilai tertinggi di angkatannya. Lomba puisi pun sering diikutinya, entah membaca puisi ataupun menciptakan puisi. Dan puisi yang ia buat itupun tak pernah jauh dari hal yang bertema cinta.

     Sampai suatu saat, Redo meyakinkan dirinya bahwa ia benar benar mencintain Ine. Ia mengungkapkan perasaannya secara gamblang pada saat itu. Walaupun hanya melalui sms, Ine melayang dibuatnya. Puisinya kali ini sampai dibawa mimpi oleh Ine.

     Keesokan harinya, ketika sekolah Ine lupa membawa handphone-nya. Memang, Ine adalah anak yang pelupa. Tapi tidak untuk hal tersebut. Karena itu adalah satu satunya penghubung Ine dengan Redo. Dan karena pada saat itu Redo ada janji dengan Ine, ia mencoba menghubunginya namun tak ada yang menjawab. Berulang kali ia mengirim sms, bahkan mencoba menelepon Ine. Redo menyerah dan memutuskan akan menghubungi Ine esok hari.

     Sampai dirumah, Ine terkejut setengah mati. Ia tak menemukan handphone di tempat ia tinggalkan tadi pagi sebelum berangkat sekolah. Ia mencoba bertanya kepada ayahnya, tetapi yang ia dapatkan adalah dampratan keras. Cukup keras untuk membuat telinga berdengung beberapa saat. Ayah Ine mendapati isi inbox Ine penuh dengan sms dari Redo. Dan yang paling membuatnya marah adalah sms yang berisi pernyataan cinta Redo yang kebetulan disimpan di memory handphone Ine, agar tak bisa dihapus.

     Esok harinya, Ine datang kepada Redo dengan mata sembap. Ia menceritakan semua hal yang terjadi kemarin. Dan ia memutuskan untuk berhenti berhubungan dengan Redo. Redo hanya bisa menghela napas panjang dan menerima semuanya. Karena tak mungkin baginya untuk melawan orangtua Ine yang keras seperti itu.

     Dari sini, Redo percaya bahwa pernyataan cinta bisa saja merusak hubungan.

***
"
If the end were real, then it should be the beginning
If the day has come, then confession should do it
If everything gonna be okay, it shouldn't
Because, not yet. I'm not yet telling you
Telling you that I haved loved you.
Moreover, I've never met you
I still don't know who you are
Indeed..
I don't know if you're really exist
But, really. I love you
'Cause I'm sure
Your name lies in the hand of God
And when Adam met Eve,
I have loved you, long time before the meeting happens

Just, stay there
If the day has come, then confession should do it
My love will stand before you
Even before we met
"

Dear you,

Sincerely, Redo the man who loved you before he knows that it was love.


Satu penggalan puisi yang pernah dibuat Redo ketika ia memutuskan untuk tidak menyatakan cinta lagi. Apapun yang terjadi.


***


Pernikahan Redo dan Ai sudah berkepala tiga. Lebih dari 30 tahun mereka bersama. Itu belum termasuk masa pacaran ketika kuliah. Anak mereka yang pertama pun sudah memiliki anak lagi. Sehingga mereka naik pangkat dari pasangan bapak-ibu menjadi pasangan kakek-nenek.

     Cucu-cucu mereka sedang bermain di pelataran rumah ketika Redo dan Ai menikmati sore dengan memperhatikan kebahagiaan mereka semua. Secangkir teh hangat favorit Redo yang sekarang gulanya diganti dengan yang lebih rendah kalori, setia menemaninya bersama dengan kesetiaan istrinya yang luar biasa. Sampai pada saatnya cucu-cucu mereka harus kembali ke kota besar. Kembali ke tempat dimana kebisingan hampir ada di setiap sudut kota.

     Duduklah mereka berdua di tempat yang sama. Dengan tanpa suara, tanpa gelak tawa anak kecil, tanpa omelan anak bungsu, tanpa teriakan tetangga sebelah yang ikannya barusan dicuri kucing, mereka berdua hanyut dalam keheningan dalam. Begitu dalam, sehingga membuat lebah tidak sanggup membuat segi enam teratur lagi.

     "Bukankah kita sudah bahagia?" Tanya Ai memecah keheningan
     "Seharusnya, dan memang sudah."
     "Masihkah kau memegang prinsipmu?"
     "Aku tidak memegang prinsip. Memang kenyataannya seperti itu, tak ada yang disalahkan"
     "Jika memang harus ada yang disalahkan, kau boleh menyalahkanku"
     "Mengapa?"
     "Tak tahu, mungkin saja kau memang tak pernah mencintai sejak awal"
     "Baiklah... Aku merasa umurku tidak panjang lagi. Begitu juga denganmu"
     "Lalu? Apakah kau mau merubah pikiranmu?"
     "Belum akan. Aku hanya memberitahumu satu benang merah yang menghubungkan setiap ceritaku di masa lalu. Yang seharusnya kau menemukannya sejak dulu. Tapi kau terlalu takut untuk menebaknya. Karena kau pikir tidak masuk akal. Namun semua memang benar"
     "Aku tak paham kemana kamu akan bicara"
     Nafas panjang ditarik lalu dihembuskan kembali melalui hidungnya yang tak begitu mancung. Terus ia lakukan berulangkali.


     "Aku mencintaimu jauh sebelum aku mengenalmu. Bahkan mungkin sebelum kita berdua terlahir di dunia ini. Karena memang, cinta itu sudah ada sejak Tuhan menciptakan Adam dan Hawa. Bahkan mereka berdua lahir pun karena cinta Tuhan yang luar biasa. Tuhan sang Maha Cinta.
Aku tahu, ini sulit dipahami. Tapi aku yakin, bahwa tanpa mengucapkan cinta pun, cinta itu sudah ada di sekitar kita. Tahukah kamu kenapa dulu aku salah memilih kendaraan umum? Itu karena aku tidak bertanya lebih dahulu. Coba kalau aku bertanya pada orang di sekitar situ, mungkin sekarang aku tidak akan berada di sini sambil membicarakan hal ini denganmu. Cinta lah yang mempertemukan kita berdua di angkutan itu. Cinta lah yang membawa kita sampai ke teras rumah ini, sambil menyeruput teh hangat bikinanmu.
Bolehlah kamu mengungkapkan cinta kepadaku. Tapi aku tak mau mengucapkan cinta. Karena cinta adalah kewajiban yang harus ditaati. Tak perlu aku mendahului cinta dengan menyatakannya terlebih dahulu. Mungkin cinta akan marah bila didahului. Kalau marah, pasti pergi kan?
Maka dari itu, aku takut mengungkapkan cinta padamu. Aku takut kamu pergi. Aku takut kehilangan kamu"

     "Bahkan di umurmu yang sudah tidak remaja lagi, kau masih bisa saja romantis di depanku. Apa memang harus menunggu 30 tahun lebih buat bisa romantis? Apa harus menunggu sampai bau tanah buat mengungkapkan cinta? Yah, paling tidak kalau besok aku mati, aku takkan menyesali apapun" Sambil menyeka air matanya sendiri

     "Ya, kalau kamu besok mati, aku akan ucapkan pernyataan cinta yang tertunda sejak puluhan tahun lalu persis sebelum kamu menutup mata yang terakhir. Paling tidak, kamu bisa merasa muda lagi seperti puluhan tahun lalu kamu merengek minta aku mengucapkan kata cinta. Dan itu berarti, kamu gajadi mati"

     "Hus, gausa ngomong mati-matian ah. Enggak baik buat pasangan yang sudah bau tanah"
     "Kamu sama aja"

Ada yang bilang cinta tak kenal waktu. Menurut mereka saat ini tidak, cinta adalah mesin waktu. Mesin waktu yang melempar mereka kembali ke puluhan tahun lalu. Namun tetap berada pada masa kini. Di masa ketika pernyataan cinta yang tertunda itu datang.

***

     "Ai, sesungguhnya selama ini, aku sayang sama kamu" Redo kepada istrinya ketika mereka sudah memiliki anak dari cucu-cucu mereka.
Category:

0 comments:

Posting Komentar